Guest Book


G
u
e
s
t


B
o
o
k
Mw Guest Book yg Seperti ini..??
Klik di Membuat Show Hide floating Guest Book

Jumat, 20 November 2009

TEORI MOTIVASI; TEORI MASLOW DAN TEORI TUJUAN

PSIKOLOGI MANAJEMEN

Di susun oleh :

Kiki Nurmakiah 10507141

M. Novebri Aditya 10507149

Ninda Kurnia 10507171

Nita Sri handayani 10507297

3PA05

UNIVERSITAS GUNADARMA

KALIMALANG

BEKASI

2009

1. TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat mengenai konsep motivasi manusia dan mempunyai lima hierarki kebutuhan, yaitu :

· Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah)àManifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.

· Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs)à Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.

· Kebutuhan sosial (Social Needs) àKebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.

· Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs)à Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.

· Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization)à Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.



Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.



Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.

Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.


Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;

b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.

c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:

    1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
    2. Menikmati pengalaman baru.
    3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
    4. Memiliki standar moral yang jelas.
    5. Memiliki selera humor.
    6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
    7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
    8. demokratis dalam menerima orang lain.
    9. Membutuhkan privasi.
    10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
    11. Kreatif.
    12. Spontan.
    13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
    14. Mengakui sifat dasar manusia.
    15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.

Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan menampilakan semua cirri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan cirri-ciri tersebut. Namun, orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih sering menampilkan cirri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita. Sebagian besar dari lima belas cirri tersebut sudah jelas dengan sendirinya, tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentangt pengalaman puncak (experience peak). Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih baik lagi.


Bagi sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros, sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang lebih rendah dalam hierarki.

» Contoh/implikasi dari teori Maslow pada kehidupan

Sekelompok Group Band jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow dari kebutuhan fisiologis, seperti makan, kebutuhan jasmani lain, hingga kebutuhan self esteem (harga diri/pengakuan diri) yang dalam arti grup band tersebut sudah mempunyai nama (terkenal) dimasyarakat luas, mengaktualisasi dirinya selain manggung ke kota-kota besar, luar negeri, juga dengan membuka kursus atau les musik yang mengatas namakan nama grup bandnya pada tempat kursus/les, yang pengajarnya pemain grup band tersebut dengan manage waktu dan tempatnya.

2. TEORI TUJUAN

  • Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
  • Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid. Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatannya bagi organisasi.
  • Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives =MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
  • Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
  • Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

DAFTAR PUSTAKA

P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.

Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.

Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.

Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.

dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/.../content%201.pdf?...

alumnifatek.forumotion.com/...motivasi.../teori-motivasi-t595.htm

wangmuba.com/.../teori-penetapan-tujuan-goal-setting-theory/

http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/

http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/motivasi-teori-proses-dan-penerapan

1 komentar:

CRUSHER TYRANOREX mengatakan...

kebutuhan...oke kita kerja untuk kebutuhan tapi menurut gw yg paling menjadi dasar adalah....adanya preasure itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan...u know what i mean????

jd sekarang ini yg paling dasar adalah preasure(tekanan)untuk menjalani hidup/hidup yang lebih baik.....itu opini gw

Free Personal signatures - cool!

TEXTAREA_ID